Posts

Showing posts from December, 2014

Orang Pintar dan Kekuasaan

Semua orang adalah pintar. Pertama, orang pintar yang punya uang. Ia jeli memilih orang yang merasa pintar dan mendudukkannya disinggasana kekuasaan. Ia mungkin tidak bertambah pintar, tapi yang jelas ia tambah kaya dengan menimbun pundi-pundinya melalui penguasa yang merasa pintar itu. Kedua, orang pintar yang tidak punya uang.  Ia cukup pintar untuk memaklumi bahwa penguasa adalah orang yang merasa pintar dan sedang dipakai oleh orang pintar yang punya uang. Ia menggunakan kepintarannya untuk mengingatkan orang-orang yang merasa pintar. Ketiga, orang yang merasa pintar. Orang ini percaya bahwa penguasanya pintar.  Ia punya peluang lebih besar untuk menjadi penguasa berikutnya. Ada yang bertanya kenapa orang merasa pintar tidak dibagi dua menjadi yang punya uang dan tidak. Sebenarnya tidak perlu, karena orang yang merasa pintar dan punya uang akan segera kehilangan semua uangnya, diambil oleh orang pintar yang punya uang.  Pada akhirnya semua orang yang merasa pintar tidak p

Sekolah Kami

Bendi Kami tumbuh di Sungai Penuh, kota mungil yang tersuruk jauh di bibir lembah Kerinci, dikurung kerimbunan hutan hujan tropis Taman Nasional Kerinci Seblat, di ketinggian pegunungan Bukit Barisan.  Di kota ini semua tempat dapat dicapai dengan berjalan kaki.  Sekolah, pasar, terminal, rumah kawan, masjid, rumah sakit, lapangan sepak bola, semuanya.  Maka sebagian besar dari kami tumbuh sebagai pejalan kaki yang tangguh.   Suatu hari di bulan Juli 1990, kami menginjakkan kaki untuk pertama kali di SMA Negeri 1 Sungai penuh, sekolah tua di Jalan Arif Rahman Hakim.  Hampir semua murid datang dengan berjalan kaki, kecuali beberapa kawan yang memang tinggal di daerah jauh dari kota kecil kami. Mereka naik sepeda motor, atau naik angkutan umum dari kampung mereka menuju terminal dan disambung dengan berjalan kaki atau naik bendi. Bendi adalah satu-satunya angkutan umum untuk jarak dekat di dalam kota yang tersedia, belum ada ojek waktu itu.  Bendi adalah kereta beroda dua, disi

Kerbau Mak si Koyo dan Harimau Sumatera

Rumah kami terletak di kaki bukit, bukit Sitangis namanya.  Sebagaimana kebanyakan tempat, ada legenda dibalik nama itu, tapi saya tidak ingat lagi detailnya.  Konon, dulu kala, ada seorang puteri yang meluapkan kesedihannya dan menangis di bukit itu.  Mengapa ia menangis, saya tak ingat lagi ceritanya.  Sejak itu bukit itu dinamakan Bukit Sitangis. Bukit itu tidaklah terlalu besar dan tinggi.  Separuh hingga pinggangnya telah menjadi ladang berbagai tanaman.  Ada yang bilang setengah bagian diatasnya hingga puncak belum terjamah oleh manusia, alias masih perawan.  Pendapat yang saya ragukan kesahihannya.  Memang hutan di setengah bagian atas itu terlihat lebat, tapi, itu tadi...bukit itu tidaklah tinggi sekali dan berada dekat dengan pemukiman penduduk yang ramai.  Masak sih...tidak satu pun manusia pernah menginjak puncaknya...paling tidak puteri yang menangis tadi dan para punggawa atau inang-inangnya.  Ah sudah lah...kita lupakan dulu status keperawanan setengah bukit itu, kita kit