Pencitraan: Jokowi dan Poligami

Pencitraan menjadi kata yang semakin populer belakangan ini, dikaitkan dengan dinamika politik tanah air menjelang pemilihan umum 2014.  Konotasinya menjadi cenderung negatif bagi orang tertentu, terutama bila pencitraan itu dilakukan atau terkait dengan tokoh yang tidak disukai, apapun sebabnya.

Blusukan ala Jokowi disambut sebagai pencitraan oleh para anti Jokowi.  Munculnya Anis Matta bersama istri keduanya yang orang Hungaria itu di Taman Suropati juga dicap sebagai pencitraan PKS haters.  Dahsyat, ada yang mengatakan Anis sebagai politisi ambisius menjelang 2014 dengan menjual agama dan merendahkan martabat wanita dengan poligami.  Dia disebut juga tidak tahu diri dengan membandingkan dirinya dengan Bung Karno, yang punya istri sembilan.

Ngomong-ngomong ada fakta menarik dari berita Anis dan istri keduanya ini.  Salah satu media online mengkaitkan manuver Anis Matta dengan Jokowi.  Tidak percaya, klik berita yang berjudul "Anis Matta dan Istri Keduanya Jogging di Seberang Rumah Jokowi" (http://news.detik.com/read/2013/12/25/100947/2451263/10/anis-matta-dan-istri-keduanya-jogging-di-seberang-rumah-jokowi?nd771104bcj.).  Ini boleh dilihat sebagai pencitraan timbal balik.  Anda boleh saja menduga Anis Matta sengaja membawa istri kedua dan anak-anaknya ke Taman Suropati (meski mungkin itu bukan yang pertama kali) karena dia tahu taman itu berseberangan dengan rumah Jokowi dan banyak wartawan "nongkrong" disitu, dua puluh empat jam sehari, tujuh hari seminggu.  Sang wartawan juga memanfaatkannya dengan memasukkan Jokowi di judul berita.  Kalau anda mau lebih berspekulasi, bisa saja Jokowi udah janjian sama Anis Matta untuk bersimbiosis mutualisme untuk 2014.  Spekulasi boleh saja kan, seliar apa pun.

Satu lagi, coba cek berita ini, judulnya "Batang Pohon Timpa Picanto yang Parkir Dekat Rumah Dinas Jokowi" (http://news.detik.com/read/2013/11/17/150837/2415211/10/batang-pohon-timpa-picanto-yang-parkir-di-dekat-rumah-dinas-jokowi?9922022). Anda bisa berspekulasi dengan metode yang sama dengan contoh Anis Matta diatas.  Bahkan, spekulasi dicontoh kedua ini bisa lebih seru karena banyak pihak yang terlibat selain Jokowi.  Berita yang bagi sebagian orang dianggap nggak penting ini bisa jadi merupakan manuver Jokowi untuk selalu menjadi buah bibir.  Kalau benar teori-teori dijagat twitter, bisa jadi memang wartawannya masih tekor dalam mengejar target jumlah berita mengenai Jokowi.  Tapi, ia mungkin juga manuver politik dari petinggi TNI yang punya pohon beringin, dia mungkin pengin jadi Pangab atau setidaknya Kepala Staff Angkatan.  Bisa jadi, ini sebenarnya ulah pabrikan mobil Korea KIA untuk mendongkrak penjualannya di Indonesia.  Anda kan tahu, popularitas mobil korea belum mampu menyamai gempitanya K-Pop atau drama korea di lapak-lapak VCD/DVD bajakan.

Anda yang punya pikiran sedikit positif mungkin akan berspekulasi bahwa kedua berita itu sebenarnya kerjaan Dinas Pertamanan DKI untuk menginformasikan bahwa sesungguhnya Jakarta punya taman-taman yang indah, salah satunya Taman Suropati.  Atau, bila anda sejarahwan yang nasionalis, anda bisa bilang bahwa semua sesungguhnya ulah dari keturunan Untung Suropati agar rakyat Indonesia tahu bahwa ada seorang pahlawan kelahiran bali yang melawan VOC di Jawa Timur di awal abad ke-18 dan namanya diabadikan sebagai nama sebuah taman dikawasan Menteng Jakarta.  Terus aja deh...

Tapi sebenarnya saya nggak mau membahas poligami, politik, sejarah atau pertamanan. Mari kembali ke topik semula, pencitraan.  Intinya adalah tidak ada yang salah dengan pencitraan, bahkan semua orang secara sadar atau pun tidak melakukan pencitraan sepanjang waktu hingga nyawa terpisah dari raga.  Pencitraan adalah cara kita mengkomunikasikan jati diri kepada lingkungan.  Perihal orang berbeda mengartikan secara berbeda itu hal lain, bukankah banyak yang mempengaruhi penyampaian pesan dari pemberi ke penerima. Ia tergantung, misalnya, pada kepercayaan dan tingkat intelegensia si penerima, pada medium penyampaian pesan, pada nilai-nilai dan pada 'noise' yang nggak penting tapi mengganggu dan mendegradasi pesan.

Bukankah siapa saja yang aktif di media sosial (termasuk saya) sedang melakukan pencitraan? Anda rajin shalat tepat waktu, senang bershadaqah, rajin beramal sunnah dan ibadah lainnya, bukankah itu semua adalah pencitraan (kalau nggak mau dibilang cari muka sama Tuhan)?

Ketika anda berdiskusi atau menulis tentang pencitraan, sesungguhnya anda sedang melakukan pencitraan (saya sedang melakukannya :-)).

Bahkan, ketika anda sedang diam tak berbuat apapun,  tidak menanggapi apapun kejadian disekitar anda, sesungguhnya anda juga sedang melakukan pencitraan.

Bahwa pencitraan bisa menipu, melenakan dan mengalahkan akal sehat adalah soal lain.  Kembali ke diri masing-masing untuk memperkaya dan memperkasa diri sendiri agar tak terjatuh jadi korban pencitraan. Tampung informasi dari berbagai sudut dan saringlah dengan logika dan akal sehat.  Kemampuan ini bukan bakat, tapi harus diasah.  Banyak-banyak melakukan pencitraan kepada Tuhan agar dilindungi dari jahatnya pencitraan orang jahat karena Dia bukan sekedar pembolak-balik hati, tapi juga pembolak-balik citra yang maha sempurna.

Jadi, tidak ada yang salah dengan pencitraan.  

Comments

Popular posts from this blog

Lampu togok dan lampu strongkeng

Kopi cap "Rangkiang", kue sangko & saudagar tembakau

TV Pertama Kami (bagian 3)