Ramadan tempo doeloe (17): Didikan subuh

Disaat muda mudi aktivis tarawih asmara dan asmara subuh menyalahgunakan Ramadan dengan kegiatan tak terpuji, masih ada sekelompok anak-anak lebih belia yang mengisi Ramadan dengan aktivitas jauh lebih bermakna.  Anak-anak ini masih usia SD.

Sekali dalam sepekan, biasanya diakhir pekan mereka tetap duduk di Masjid Raya selepas Subuh untuk mengikuti kegiatan yang dinamakan Didikan Subuh.  Anak-anak itu belajar tentang Fardhu 'ain dan ibadah sehari-hari.  Belajar shalat yang benar dan sesuai sunnah, baik bacaan maupun gerakannya.  Belajar doa-doa harian serta hafalan surat-surat pendek juz amma.  Terselip pula ajaran-ajaran akhlak mulia dan sejarah Islam.  

Source: oldlook.indonesia.travel
Didikan Subuh biasa berlangsung sekitar satu hingga satu setengah jam saja.  Tidaklah terlalu lama sehingga anak-anak merasa bosan.  Karena sebagian besar aktivitasnya dilakukan bersama-sama atau berkelompok, didikan subuh menjadi kegiatan belajar yang menyenangkan.  A lot of fun.  Konsekuensinya tentu saja selama didikan subuh, masjid menjadi riuh rendah oleh celotehan lugu anak-anak.  Tapi bukankah kicauan anak-anak adalah musik yang mendatangkan keceriaan dan kedamaian?

Adalah Buya Zainuddin Ismail, yang tanpa lelah dan penuh komitmen memimpin Didikan subuh ini.  Buya Zainuddin berperawakan tinggi kurus.  Bila memyampaikan khutbah atau ceramah selalu runut dan terstruktur.  Suara bariton menambah wibawa.  Sekilas terkesan tegas, kaku dan dingin.  Padahal Buya Zainudfin sangat hangat, terutama kepada anak-anak.

Hebatnya lagi, didikan subuh berlanjut setelah Ramadan berlalu.  Karena tidak ada lagi makan sahur, agar tidak ketiduran atau terlambat, aku dan beberapa kawan menginap dirumah sahabat yang rumahnya tepat disebelah Masjid Raya.  Lelap beralas tikar diruang tamu yang sempit.

Semoga Buya Zainuddin Ismail dianugerahi kesehatan dan kesejahteraan dihari tua beliau.

Comments

Popular posts from this blog

Lampu togok dan lampu strongkeng

Kopi cap "Rangkiang", kue sangko & saudagar tembakau

TV Pertama Kami (bagian 3)