Ramadan tempo doeloe (4): Dilarang kentut

Pabukoan adalah kata dalam bahasa minang untuk makanan atau minuman khas untuk berbuka puasa, terutama dibulan Ramadan.  Meski sirup ABC rasa jeruk bertahan terus sebagai pilihan utama pembatal puasa kami sekeluarga, Ibu tetap mengupayakan untuk membuat pabukoan sebangsa kolak dan kawan-kawannya.  Meski Ibu tahu bahwa kami semua sudah ikut mazhab Abak dalam berbuka, langsung menyantap nasi dan lauk pauk selepas seteguk sirup ABC.  Pabukoan hanya disentuh setelahnya, besar kemungkinan setelah tarawih menjelang tidur.  Meski Ibu maklum, bagi Abak kolak tidak penting sama sekali, karena Abak memang tidak suka makanan yang manis-manis.

Satu-satunya yang membuat Ibu tetap menyiapkan makanan khas berbuka adalah kami anak-anaknya, yang ia tahu telah bersusah payah berpuasa menahan lapar dahaga semenjak fajar terbit sehingga surya terbenam.  Akan saya ceritakan pada edisi lain mengapa kami sekecil itu demikian tangguhnya berpuasa. 
 
Serupa anak-anak lain, bagi kami masakan Ibu selalu masterpiece, yang sedapnya selalu juara dunia.  Apalagi makanan istimewa itu hanya dimasak pada saat-saat tertentu saja.  Itu jelas terlihat dari bagaimana kami merengek meminta ibu membuat pabukoan dan bagaimana cerianya kami ketika menyantapnya dengan lahap.  Hal seperti itu pasti meluluhkan hati semua Ibu didunia dan menambahkan energi untuk memasak lagi.
 
Bila saya coba mengingat-ngingat, Ibu membuat pabukoan yang cukup bervariasi sepanjang Ramadan.  Diantaranya ada kolak pisang, kolak ubi jala, kolak kundua, cindua bareh, cindua dalimo, bubua kacang padi, bubua kacang merah, onde-onde, tapai katan, tapai ubi kayu dan lain-lain.
 
Semua orang tahu kolak pisang.  Kolak ubi jala artinya kolak ubi jalar (seperti ubi cilembu).  Sementara kundua adalah labu atau pumpkin.  Bahan mentah pisang batu (pisang keplok), ubi jalar dan labu biasanya kami ambil dari kebun sendiri.  Kadang Ibu berinovasi, mie kuning imasukkan ke kolak pisang.  Lain waktu, Ibu membuat kolak pisang-ubi jalar.  Apapun itu, tetap enak.
 
Cindua bareh adalah cendol berwarna hijau yang terbuat dari tepung beras.  Di Jawa ia disebut dawet.  Warna hijaunya biasanya berasal dari daun pandan.  Adapun cindua dalimo atau cendol delima adalah cendol yang dibuat dari adonan tepung kanji (tapioka), bagian atasnya biasa diberi warna merah lalu dipotong-potong menjadi kotak-kotak kecil.  Bila dimasak dan dicampur dengan bahan lain (air, gula dan sebagainya), kotak-kotak itu akan nampak seperti biji-biji buah delima.  Itulah mengapa namanya cindua dalimo.
 
Sementara itu, bubua kacang padi adalah bubur kacang hijau dan bubua kacang merah adalah bubur kacang merah.  Onde-onde adalah klepon.

Kami juga mengikuti cara Abak dalam menikmati kolak-kolak atau bubur-bubur itu, dengan melahapnya bersama roti tawar.  Jelaslah kami pergi tidur dengan kenyang.
 
Tapai katan adalah tape ketan dan tapai ubi kayu adalah tape singkongKeduanya juga Ibu buat sendiri.  Tentu saja perlu menunggu barang dua tiga hari sebelum dapat dinikmati karena proses pembuatannya yang melibatkan fermentasi menggunakan ragi.  Pembuatan tapai sesungguhnya cukup menantang karena ada peluang tapai tidak 'menjadi' yang cukup tinggi, terutama bagi pemula.  Tapai yang tidak menjadi rasanya hambar dan tidak manis.  Nah, ada mitos dalam dunia pertapaian bahwa agar tapai 'menjadi', selama proses persiapan sampai tapai siap untuk diperam bagi proses fermentasi, pembuatnya tidak boleh kentut. 
        
 
 

Comments

Popular posts from this blog

Lampu togok dan lampu strongkeng

Kopi cap "Rangkiang", kue sangko & saudagar tembakau

TV Pertama Kami (bagian 3)