Ramadan tempo doeloe (7): Ikut bedug Masjid Agung An Nur Pekanbaru

Rumah bambu kami berada didekat sekolah dimana ibu mengajar, jaraknya sekitar satu kilometer dari dusun.  Karena itu bunyi bedug maghrib ditabuh tidak selalu terdengar.  Azan yang mengikutinyapun sayup-sayup sampai, cenderung tak terdengar.  Ini tentu menjadi masalah dibulan Ramadan dimana kita disunnahkan berbuka diawal waktu, tidak boleh dilambat-lambatkan.  Apalagi bagi kami anak-anak, bila petang itu kami bermain terlewat bersemangat, maka sangatlah penting bagi kami untuk segera menyeruput sirup ABC hangat buatan Ibu pada awal detik pertama masuknya waktu Maghrib.

Sebenarnya setiap tahun kami mendapatkan pembagian jadwal imsakiyah Ramadan yang menampilkan jadwal shalat lima waktu plus waktu imsak (10 menit sebelum azan Subuh).  Persoalannya adalah jam tangan Abak tidak pernah sepakat dengan jam tangan Ibu.  Jam dinding pula menyelisihi keduanya.  Jadi kami memiliki tiga panduan waktu yang berbeda, entah mana yang benar, mungkin tidak satupun.

Untunglah Abak punya solusinya.  Entah dapat ilham atau petunjuk dari mana, Abak mempercayai bahwa waktu shalat untuk wilayah kabupaten Kerinci adalah bertepatan dengan kota Pekanbaru.  Abak demikian kuatnya menggenggam keyakinan itu.  Maka setiap menjelang berbuka kami menyalakan radio dan mencari gelombang RRI Pekanbaru yang menyiarkan bedug dan azan maghrib dari Masjid Agung An Nur Pekanbaru.  Begitu pula diwaktu sahur, RRI Pekanbaru mengudara di rumah kami setidaknya hingga azan subuh berkumandang.  Hebat bukan, alih-alih mengikuti masjid kampung sendiri, kami berpatokan pada masjid dikota yang lima ratus lima puluh kilometer jauhnya.

Suatu ketika pernah saya memeriksa apakah benar waktu shalat Kerinci persis sama dengan Pekanbaru. Ternyata pekanbaru lebih lambat barang dua tiga menit.  Masuk akal, kalau dilihat dari garis bujur Bumi, Pekanbaru memang terletak sedikit lebih timur dari Kerinci.  Jadi, hakikatnya, waktu itu kami selalu berbuja terlambat dari waktu sesungguhnya.  Tapi tak apalah dari pada membatalkan puasa sebelum waktunya.  Dalam hal sahur pun kami aman, karena kami selalu mulai menahan sejak waktu imsak Pekanbaru, artinya dia tiga menit setelah waktu imsak Kerinci.  Juga tak masalah, bagaimanapun belum masuk waktu Subuh yang sejatinya menjadi patokan bermulanya puasa.

Comments

Popular posts from this blog

Lampu togok dan lampu strongkeng

Kopi cap "Rangkiang", kue sangko & saudagar tembakau

TV Pertama Kami (bagian 3)