Simpai dan Pak Hasyim
Aku tidak tidak pernah merasakan bersekolah di Taman Kanak-kanak (TK), tapi langsung masuk SD beberapa hari menjelang ulang tahunku yang keenam. Pasalnya hanya ada satu TK dikampung kami, jauh letaknya didusun lain. "Tak payahlah masuk TK, tidak ada belajarnya, cuma bernyanyi-nyanyi saja", begitu Ibu mencoba meringankan kekecewaanku. Maka guru pertamaku adalah guru kelas 1 SD. Pak Hasyim namanya. Ia bukan orang asli kampung kami. Dusunnya sekitar tiga puluh kilometer dari dusun kami. Ia tinggal bersama istrinya di perumahan guru yang disediakan pemerintah dibelakang SD Inpres kami. Istri Pak Hasyim membuka warung kecil diberanda rumah dinasnya, menjual lontong dengan gulai nangka atau gulai paku atau kadang-kadang gulai labu siam, serta aneka permen dan kue-kue. Satu porsi lontong Pak Hasyim harganya lima puluh rupiah, tepat sejumlah jajan sehari kebanyakan murid SD dijaman itu. Murid dengan uang jajan seratus perak patut diduga memiliki orang tua kaya raya...