Posts

Showing posts from January, 2014

Kenapa Kita Suka Corat-coret Tembok?

Image
Pagi tadi saya ke kantor urusan konsuler KBRI Kuala Lumpur untuk legalisir dokumen.  Karena antrian cukup panjang, saya sempat menggunakan salah satu toilet pria yang diperuntukkan bagi para TKI yang berurusan dengan KBRI.  Sekilas, tidak ada yang istimewa dengan toilet ini.  Penampakannya cerminan sebagian besar toilet umum di tanah air, jorok, pesing dan coretan ditembok.  Salah satu coretannya berbunyi "AING TEU NGARTI PIKIRAN PEJABAT INDONESIA YANG BERADA DI MALAYSIA...GAK PERNAH MIKIRIN RAKYATNYA.  MIKIR ATUH SIA TEH NJING. VIKING TASIK." Coretan ini mengungkap banyak fakta.  Penulisnya laki-laki (coretan ini didinding toilet pria), berasal dari Tasikmalaya dan dia pendukung klub sepakbola kebanggaan bandung, Persib.  Viking adalah sebutan untuk supporter Persib.  Dan yang terpenting, jelas sekali dia baru saja dikecewakan oleh aparat pemerintah.  Coretan menyiratkan kemarahan dan kepasrahan, kebencian memuncak tapi tak tahu apa yang harus diperbuat. Coreta

TV Pertama Kami (bagian 5)

Sepanjang dekade 80-an belum ada sinetron-sinetron cengeng dan mengumbar kemewahan dan wajah indo (blasteran barat dan lokal) yang meracuni orang Indonesia.  Kami harus puas dengan drama-drama yang disiarkan TVRI.  Kebanyakan drama itu juga diproduksi sendiri oleh TVRI.  Sangat bersahaja, tapi membawa kesan mendalam dan ada nilai edukasinya.  Tokoh paling terkenal dari drama-drama TVRI barangkali Wolly Sutinah (yang lebih terkenal sebagai Mak Wok), Ibunda dari Aminah Cendrakasih.  Mak Wok sering tampil di drama-drama berdurasi setengah jam yang tayang sore hari dan dia adalah pembantu yang cerewet dan baik hati.   Memang sih, banyak juga drama-drama itu digunakan sebagai corong program pemerintah seperti Keluarga Berencana, transmigrasi dan pertanian.  Tapi, nggak ada salahnya kan... Beberapa drama terkenal zaman itu adalah serial Losmen, Jendela Rumah Kita dan Rumah Masa Depan.  Losmen bercerita tentang sebuah penginapan sederhana di Jogja, bercerita seputar tamu-tamunya dan persoal

TV Pertama Kami (bagian 4)

Image
Beginilah kira-kira Bung Sambas, dengan intonasi yang khas, membius pemirsanya, "Saudara-saudara sebangsa setanah air...dimanapun anda saat ini berada..marilah kita bersama-sama berdo'a sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing..semoga Yang Maha Kuasa memberikan kekuatan agar pemain bulu tangkis kebanggaan kita Icuk Sugiarto dapat mengalahkan Yang Yang, lawan yang begitu tangguh dari Republik Rakyat China...tentu merupakan dambaan kita semua Piala Thomas kembali kepangkuan Ibu Pertiwi..." TV pulalah yang membuatku gila (nonton) olah raga.  Selain bulu tangkis, TVRI di tahun 80-an cukup rajin menyiarkan siaran langsung sepak bola (meski tidak setiap akhir pekan dengan liga-liga Eropa, seperti TV-TV jaman sekarang) dan tinju.  Piala Dunia 1986 di Mexico adalah awal mula aku mengikuti perkembangan sepakbola.  Berkat TVRI, kami menjadi saksi gol tangan Tuhan Diego Maradona ke gawang Inggris yang dijaga Peter Shilton.  Kami menjadi saksi pula serunya babak fi

TV Pertama Kami (bagian 3)

Setelah mengandalkan radio sebagai sumber informasi dan hiburan selama bertahun-tahun, akhirnya kami punya TV.  Waktu itu TVRI (Televisi Republik Indonesia) adalah satu-satunya stasiun TV yang bisa kami tangkap.  Belum ada TV swasta yang glamor, belum ada antenna parabola, apalagi TV kabel. Siaran TVRI bermula pukul 4.30 petang.  Sekitar lima belas menit sebelum siaran dimulai sebenarnya dilayar kaca sudah ada gambar statis berbentuk lingkaran dengan motif kotak-kotak didalamnya.  Didalam lingkaran itu pula ada penunjuk waktu dengan format hh:mm:ss.  Lima menit menjelang pukul 4.30, lagu Indonesia Raya berkumandang sebagai penanda bahwa stasiun TV kebanggaan Indonesia itu mulai mengudara.  Selanjutnya seorang penyiar cantik menyapa penonton dan membacakan susunan acara hingga lewat tengah malam nanti. Acara pertama selama tiga puluh menit biasanya bernuansa pendidikan dengan target penonton anak-anak TK hingga sekolah dasar, diantara yang saya ingat Cerdas Cermat, Bina Vokali