Posts

Showing posts from August, 2017

Karena Rohingya tak lagi bisa menunggu

Image
Source: TheWire.in Kelekatan suatu kaum pada tanah kelahiran tumpah darahnya pastilah sangat erat. Nyawa pun dipertaruhkan untuk mempertahankannya. Keputusan terakhir meninggalkan kampung halaman barulah akan diambil bila bahaya yang mengancam demikian buruknya, hingga bertahan disana dapat berujung musnahnya kaum itu hingga keakar-akarnya. Kaidah ini berlaku pada semua kaum, suku dan bangsa diseluruh dunia. Tidak terkecuali Rohingya. Malangnya, situasi terburuk itulah yang telah mengepung bangsa Rohingya bertahun-tahun lamanya. Setiap nafas mereka hela dibawah selubung kengerian datangnya bala tentara atau gerombolan kaum lain untuk merenggut paksa hidup mereka atau membumihanguskan dusun mereka. Maka serangan itu datang, bergelombang-gelombang. Dalam ketakutan dan ketakberdayaan, terbirit-birit mereka melarikan diri. Membawa serta anggota keluarga yang masih bernyawa and kain yang melekat dibadan saja. Meninggalkan sanak saudara yang meregang nyawa, yang tak sempat dikub

Dara cantik pembawa baki

Image
Saat itu TV hitam putih 14 inchi merek National adalah pusat hiburan keluarga kami, bahkan para tetangga. Dan TVRI, yang mengudara dari pukul empat tiga puluh petang hingga menjelang tengah malam, adalah satu-satunya stasiun TV. Ada dua tayangan yang wajib ditonton, keduanya siaran langsung. Yang pertama, siaran langsung pertarungan tinju kelas berat Mike Tyson. Yang kedua, siaran langsung peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tepat pukul 10 pagi tanggal 17 Agustus setiap tahun dari Istana Merdeka, diikuti pengibaran bendera pusaka. Anda yang seangkatan dengan saya atau lebih senior tentu masih ingat kualitas penyiar TVRI dan RRI masa itu. Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dikombinasikan dengan suara enak didengar dan intonasi terkendali. Perpaduan yang menghanyutkan, seolah menghisap pemirsa dan membawanya ketempat mereka melaporkan. Maka saat mereka menggambarkan suasana Istana, aku yang belum pernah sekalipun ke Jakarta rasanya seda

Cita-citaku menjadi Polisi

Ketika kanak-kanak dulu, menjadi polisi adalah cita-citaku.  Pak polisi tampak gagah dan berwibawa sekali dibalik seragam coklat muda mereka. SD tempat aku bersekolah berada disebelah kantor polsek.  Aku senang melihat para polisi itu apel pagi dengan seragam mereka. Kekagumanku pada polisi turut dibentuk oleh film-film serial barat yang ditayangkan TVRI dimasa itu, seperti Chips, TJ Hooker atau Hunter, yang hadir dilayar kaca hitam putih kami sekali sepekan.  Mereka adalah para polisi pahlawan pembela kebenaran dan pasti menang diakhir film.  Entah karena mereka memang jagoan atau para penjahat yang berganti setiap minggu itu pandir semuanya. Pokoknya, kagak ade matinya. Persepsi terhadap polisi berevolusi seiring perjalanan usia.  Ketika beranjak remaja, mulai aku mendengar kabar tentang Polisi yang tak selalu membanggakan.  Tentang tetangga yang yang cenderung tidak melaporkan ketika rumah, motor, hewan ternak atau ladang kayu manis mereka kemalingan.  Ada perumpamaan yang masyur