TV Pertama Kami (bagian 5)

Sepanjang dekade 80-an belum ada sinetron-sinetron cengeng dan mengumbar kemewahan dan wajah indo (blasteran barat dan lokal) yang meracuni orang Indonesia.  Kami harus puas dengan drama-drama yang disiarkan TVRI.  Kebanyakan drama itu juga diproduksi sendiri oleh TVRI.  Sangat bersahaja, tapi membawa kesan mendalam dan ada nilai edukasinya.  Tokoh paling terkenal dari drama-drama TVRI barangkali Wolly Sutinah (yang lebih terkenal sebagai Mak Wok), Ibunda dari Aminah Cendrakasih.  Mak Wok sering tampil di drama-drama berdurasi setengah jam yang tayang sore hari dan dia adalah pembantu yang cerewet dan baik hati.   Memang sih, banyak juga drama-drama itu digunakan sebagai corong program pemerintah seperti Keluarga Berencana, transmigrasi dan pertanian.  Tapi, nggak ada salahnya kan...

Beberapa drama terkenal zaman itu adalah serial Losmen, Jendela Rumah Kita dan Rumah Masa Depan.  Losmen bercerita tentang sebuah penginapan sederhana di Jogja, bercerita seputar tamu-tamunya dan persoalan keluarga besar Pak dan Bu Broto, si pemilik losmen.  Drama yang selalu dimainkan distudio ini diperankankan oleh nama-nama besar seperti Purnomo, Mieke Wijaya, Ida Leman, Dewi Yull, Eeng Saptahadi dan melambungkan Mathias Muchus.  Pak Broto senang memainkan ukulele, Bu Broto sungguh bijaksana, Ida Leman memainkan anak tertua yang perawan tua, Dewi Yull adalah anak kedua yang punya banyak anak dan selalu cekcok dengan suaminya yang diperankan Eeng.  Sementara Mathias Muchus memainkan tokoh Tejo yang sering naksir tamu losmen perempuan.

Jendela Rumah Kita juga fenomenal, melambungkan Dede Yusuf dan Dessy Ratnasari, makluk Indonesia terbening kala itu.  Dede Yusuf memainkan Jojo yang sering berkelahi, memamerkan keahlian taekwondo-nya.  Bapaknya diperankan oleh sang veteran W.D Mochtar.  Dessy Ratnasari yang waktu itu masih SMP memerankan kekasih Jojo yang namanya....(sorry, saya lupa).

Rumah Masa Depan biasanya diputar minggu siang dan menampilkan potret sebuah keluarga Indonesia paling ideal, hidup sederhana di desa bernama Cibeureum yang hijau tentram, punya sepasang anak sesuai program KB pemerintah dan bapak ibunya sama sekali tidak pernah bertengkar.   Sang Ayah yang sangat kebapakan diperankan oleh Dedi Sutomo dan Aminah Cendrakasih memainkan tokoh ibu yang sangat keibuan.  Seniman pantomim Septian Dwi Cahyo memerankan anak tertua bernama Bayu yang sangat baik dan tidak sombong, berbakti kepada orang tua serta menghormati guru, pastinya pintar dan selalu jadi bintang kelas.  Adik Bayu bernama Gerhana, berambut panjang menjuntai dipunggungnya, berwajah sangat Indonesia dan memiliki kebaikan setara kakaknya (hanya saja juga lupa nama pemerannya).  Sungguh potret keluarga yang (terlalu) sempurna.

Episode Rumah Masa Depan yang saya masih ingat adalah ketika dalam perlombaan cerdas cermat Bayu dikalahkan oleh Sangaji, anak putus sekolah penjual buku di pasar.  Rumah masa depan juga ada episode yang menegangkan dengan penjahatnya bernama Boneng, terkenal dengan giman (gigi mancung) yang sangat mapan (maju kedepan).  Giginya kadang berkilau terkena sinar matahari.  

Fenomena lain tahun 80-an adalah serial ACI (Aku Cinta Indonesia) yang biasanya ditayangkan malam hari selepas Berita Nasional.  ACI bercerita tentang keceriaan anak-anak SMP/SMA yang kreatif dan berprestasi.  Tokoh-tokoh utamanya bernama Amir, Cici dan Ito.

Penghujung dekade 80-an ditandai dengan bermulanya gempita telenovela, dipelopori oleh Little Missy yang bercerita tentang puteri bangsawan yang melawan perbudakan kulit hitam di Brasil.  Ciri paling utama dari telenovela-telenovela ini adalah dubbing dari bahasa Spanyol ke bahasa Indonesia yang sungguh aneh dan menggelikan.  Sepertinya satu orang pengisi suara harus memainkan suara banyak tokoh, terpaksalah ia mengeluarkan versi suara kedua dan ketiga, yang sungguh terdengar aneh. 

(Kita sambung bila ada waktu :-) ) 

Comments

Popular posts from this blog

Lampu togok dan lampu strongkeng

Kopi cap "Rangkiang", kue sangko & saudagar tembakau

TV Pertama Kami (bagian 3)