Petugas Imigrasi Soetta: Kami Orang Penting, bukan Pelayan Anda!

Sabtu, 24 Mei 2014.  Bandara Soekarno-Hatta terminal 2 ramai sekali sore ini.  Rombongan-rombongan jamaah umrah dengan seragam batik warna-warni memenuhi hall keberangkatan.  Ada merah, hijau, biru, ungu, jingga. Meriah.  Disalah satu sudut area check-in serombongan jamaah umrah berseragam batik hijau melingkar sambil mendengarkan pengarahan pembimbingnya yang menggunakan pengeras suara.  Hiruk pikuk.  

Tak banyak area kosong untuk sekedar bergerak.  Anda perlu berzig-zag ketika berjalan untuk hindari tabrakan dengan penumpang lain. Sedikit sumpeg.  Jelas sekali bandara Soetta sudah kelebihan kapasitas.  Penumpukan ini mungkin terjadi karena pesawat-pesawat tujuan Timur Tengah bertolak pada waktu yang hampir bersamaan.  Lagi pula pekan berikutnya ada dua tanggal merah di kalender Indonesia, Selasa dan Kamis.  Pastinya banyak yang ambil cuti, bablas libur seminggu dan berangkat plesir. 

Ketika beberapa rombongan umrah itu bergerak ke area imigrasi, seketika terbentuk antrian-antrian mengular didepan loket-loket untuk pemegang paspor Indonesia.  Suasana mulai sumpeg and udara terasa tipis.  Sebenarnya tersedia cukup banyak loket untuk WNI, setidaknya ada sepuluh.  Tapi setengahnya ditutup.  Seperempat jam berlalu, tidak ada inisiatif petugas imigrasi membuka loket baru untuk membantu mengurai antrian.

Tepat pukul empat sore, ternyata terjadi pergantian shift petugas imigrasi.  Keadaan semakin buruk karena pergantian shift berjalan pelan, bahkan terkesan dilambat-lambatkan.  Petugas-petugas imigrasi itu banyak melakukan hal-hal yang tidak penting.  Membereskan perlengkapan stempel imigrasinya, bertukar tempat duduk, log out system, log in system, semuanya dilakukan seolah dengan slow motion, sambil ngobrol dan cengengesan sesama petugas.  Pergantian petugas akhirnya selesai, tapi tetap tidak ada penambahan loket yang dibuka.  Tidak pula ada inisiatif misalnya, petugas shift lama tetap bekerja melewati tenggat pergantian shift sehingga petugas shift baru dapat membuka loket baru.  Sepuluh menit kemudian, satu loket tambahan dibuka.  Tapi hanya satu.  Tidak banyak membantu mengurai antrian, yang masih mengular, berkelok-kelok. 

Kejadian petang ini sekali lagi membuktikan betapa mentalitas aparat negara belum berubah, paling tidak Ditjen Imigrasi.  Belum tumbuh mentalitas melayani.  Tingkah laku petugas-petugas itu seolah-olah ingin menyampaikan pesan kepada semua orang, terutama para penumpang yang tidak punya pilihan lain selain berdiri mengantri, bahwa "kami para petugas imigrasi adalah orang-orang penting dan berkuasa.  Anda bergantung kepada kami dan anda harus mengerti kami". 

Dan antrian masih mengular.....Beberapa jamaah umrah berseragam batik warna-warni berusia lanjut, mulai kelihatan letih berdiri...

P.S.
Ketika menulis gerutuan ini, seorang ibu disebelah saya tidak berhenti ngomel...ternyata hatinya sakit karena petugas imigrasi berkomunikasi dengannya dengan nada ketus.                  

Comments

Popular posts from this blog

Lampu togok dan lampu strongkeng

Kopi cap "Rangkiang", kue sangko & saudagar tembakau

TV Pertama Kami (bagian 3)