Mengenang Jus Badudu



Prof. Dr. H. Jusuf Sjarif Badudu, lebih dikenal sebagai Jus Badudu, yang berpulang pada hari Sabtu, 12 Maret 2016, jelas sosok fenomenal. Ia tidak lepas dari acara mingguan di TVRI di era 1970 sampai 1980-an, Pembinaan Bahasa Indonesia (PBI), yang menurut saya merupakan salah satu acara TVRI yang paling membosankan. Apalagi bila dibandingkan dengan Aneka Ria Safari, Dunia Dalam Berita, atau serial Si Unyil. Perbandingan yang tidak sebanding sebenarnya. 

Meski demikian, dengan ciri khasnya, rambut putih, pemaparan yang terstruktur logis, pemilihan kata-kata dan pengucapan yang hati-hati, Jus Badudu mampu membuat acara membosankan itu menjadi menarik. Paling tidak, bila Jus Badudu yang mengisi acara PBI, saya tahan menyimak selama tiga puluh menit acara itu berlangsung, full tanpa iklan (karena masa itu memang belum ada iklan yang berjibun meracuni seperti sekarang). Lain halnya kalau PBI dibawakan oleh pakar bahasa yang lain, Anton Moeljono misalnya, dijamin saya tertidur dimenit ketujuh. Mohon maaf Pak Anton, tanpa keraguan anda adalah pakar Bahasa Indonesia, hanya saja anda tak mampu menarik minat saya mengikuti pemaparan anda. Mungkin bukan salah anda, bisa jadi masalahnya ada pada saya.

Sebagai informasi selingan, selain PBI, di TVRI dizaman itu ada juga acara pelajaran bahasa Inggris, kalau tidak salah judulnya "Bahasa Inggris untuk Anda", dengan dua pembawa acara yang melegenda, Nisrina Nur Ubai dan Anton Hilman.

Jus Badudu jauh lebih besar dari pada PBI. Ia adalah keteguhan pada profesi dan gairah yang terus menyala pada bidang pilihannya, bahasa. Puluhan buku yang ditulisnya, ribuan sarjana yang dididiknya dan puluhan guru besar bahasa yang dihantarkannya, adalah beberapa bukti saja yang kasat.

Bagi saya, Jus Badudu telah merekatkan Indonesia. Melalui Bahasa Indonesia yang ia turut menatanya, kita benar-benar merasa satu, dimanapun bertemu. Perasaan ini akan semakin dalam terasa saat berada dinegeri orang, jauh dari kampung halaman. Rupa kita boleh berbeda, warna kulit tidak sama, mata kita tak sama lebar bukaannya, rambut kita lurus, ikal dan kribo rupa-rupa, keyakinan dan etnik kitapun beraneka. Namun, begitu kita mulai membuka kata, rasa sebangsa senegara segera menyelinap deras. Aku dan kau adalah Indonesia. Tidak sekedar berbahasa sama, kita mengucapkan dan menuturkannya dengan cara yang sama, kita menggunakan slang yang sama. Uniknya, dibalik keseragaman itu kita tetap bisa menerka asal daerah lawan bicara kita, meski terkaan kita tidak selalu benar. Ini adalah anugerah yang besar bagi Indonesia. Disitu jasa Jus Badudu tak layak kita abaikan. 

Tahukah anda bahwa tidak semua bangsa seberuntung kita. Tak perlu jauh-jauh, Malaysia contohnya, dimana Bahasa Melayu adalah bahasa resmi tapi hanya orang ras Melayu yang mampu menuturkannya dengan baik. Ras China dan India secara umum tidak mampu berbahasa Melayu dengan baik dan benar, bahasa Inggris mereka lebih baik dari pada Bahasa Melayu, bahkan bahasa China dan Tamil tetap menjadi bahasa pertama mereka. Singapura pula, mungkin hanya tersisa kurang dari sepersepuluh penduduknya yang dapat menuturkan Bahasa Melayu, meski lagu kebangsaannya (masih) berbahasa Melayu.

Dedikasi pada bidangnya sungguh total, tak segan ia kritik cara berbahasa Pak Harto, yang membunyikan vokal 'a' pada akhiran -kan menjadi terdengar seperti 'e' yang tertahan. Bagi Pak Harto, ia dibunyikan bukan seperti kata 'edan', melainkan seperti 'ngeden'. Jus Badudu protes bahwa itu pengucapan yang salah dan konon karena itu ia dicegah tampil di TVRI untuk beberapa lama. 

Untuk itu patutlah kiranya jasad Jus Badudu dibaringkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra dan semestinyalah ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional, sebagai pengakuan kita sebagai bangsa atas jasa-jasanya.

Senang rasanya ketika mengetahui negara mengakui eksistensi Jus Badudu, membaca tweet @Jokowi ini https://twitter.com/jokowi/status/708855586943836160 serta link berita ini http://nasional.kompas.com/read/2016/03/13/11321951/Jokowi.Indonesia.Kehilangan.JS.Badudu.Pengabdiannya.Jadi.Teladan.Kita. Saya yakin, tiba kini saatnya Joko Widodo, sebagai Presiden Republik Indonesia, untuk membuktikan kata-katanya dengan tindakan nyata. Sudahlah Pak Jokowi, berhentilah memaksakan berbahasa Inggris diforum-forum resmi, karena bahasa Inggris anda sesungguhnya buruk. Mungkin bisa digunakan dalam konteks non-formal, untuk menunjukkan jalan kepada turis yang tersesat misalnya, tapi sungguh tidak untuk level diplomasi diforum internasional, apalagi wawancara dan debat di forum think-tank. Meski pahit, saya perlu jujur menyampaikan bahwa kosa kata bahasa Inggris anda sangat terbatas dan pengucapan anda terlalu banyak salahnya. Pada forum-forum besar seperti itu, berbahasa Indonesia dan menggunakan penterjemah handal, jauh lebih efektif untuk menyampaikan pesan buah pikiran anda, bila ada.

Bahkan anda belum mampu mengekspresikan diri anda dengan tepat dalam bahasa Indonesia, kalimat anda sering tanggung, tidak memenuhi kaidah standar subjek-predikat-objek. Lalu, tiba-tiba anda timpali dengan lelucon. Dan semua orang tertawa, pesan inti yang anda ingin sampaikan terlupakan dan menjadi tidak penting lagi. Jadi, mengapa pula harus memaksakan diri berbahasa Inggris? Cobalah berbahasa Indonesia yang benar dulu, sebagaimana diajarkan oleh Jus Badudu.

Rasanya, tak ada salahnya Pak Jokowi mengikuti jejak Pak Harto yang selalu berbahasa Indonesia kemanapun pergi. Carilah penterjemah handal terpercaya seperti Pak Widodo yang selalu mendampingi Pak Harto. Saya yakin penggunaan Bahasa Indonesia secara konsisten oleh Pak Jokowi akan mengangkat pamor Bahasa Indonesia di kancah dunia. Ingat lho Pak, meski banyak yang meragukan anda (termasuk saya), dimata dunia luar anda tetap Presiden sebuah negara besar. Adalah kewajiban anda untuk representasikan kebesaran itu, jangan kerdilkan. Berbahasa Indonesia yang baik dan benar, sebagaimana diajarkan Jus Badudu, adalah salah satu caranya. 

Pendukung anda mungkin akan menuduh saya sebagai hater yang belum move on, tak apalah, bukankah mengingatkan pemimpin adalah kewajiban. 

Selamat jalan, Jus Badudu. Semoga Allah merahmati anda dengan pengampunan, menghitung jasa anda terhadap Bahasa Indonesia sebagai amal jariyah yang terus mengalir pahalanya, serta nikmat Syurga-Nya. Sungguh kami semua akan menyusulmu.

 (Kuala Lumpur - 3 Maret 2016)

Comments

Popular posts from this blog

Lampu togok dan lampu strongkeng

Kopi cap "Rangkiang", kue sangko & saudagar tembakau

TV Pertama Kami (bagian 3)